Ponsel pintar tidak hanya menggantikan ponsel biasa, tetapi mereka juga telah menggantikan komputer pribadi dan banyak jenis perangkat lain. Dengan ponsel pintar, seseorang dapat melakukan panggilan, mengirim email, menonton dan berbagi foto dan video, mainkan video game dan musik, simpan kontak, menjelajah Internet, menggunakan pencarian dengan suara, melihat berita dan cuaca, menggunakan aplikasi obrolan untuk telepon dan pesan teks.
Penggunaan ponsel cerdas telah mengubah rutinitas sehari-hari, kebiasaan, sosial perilaku, nilai-nilai emansipatif, hubungan keluarga dan interaksi sosial. Pemeriksaan konstan atau penggunaan aplikasi 24 jam sehari telah dikaitkan dengan gangguan tidur, stres, kecemasan, penarikan dan penurunan kesejahteraan, menurunkan prestasi akademik, dan penurunan aktivitas fisik. Beruntungnya dalam DSM-5 membahas perilaku ini ketika memperkenalkan kecanduan non-substansi (Internet gangguan game) sebagai diagnosis kejiwaan . Penambahan ini ke DSM-5 memberi harapan kepada para peneliti yang telah melakukan studi tentang kecanduan non-substansi, area yang berkembang untuk mencakup tidak hanya gangguan permainan Internet, tetapi semua jenis adiksi digital. Misalnya, beberapa studi telah membahas kecanduan internet dan ketergantungan video game dan implikasinya. Namun, penelitian yang menyelidiki penggunaan ponsel cerdas dan cara menggunakannya mempengaruhi kehidupan orang-orang masih pada tahap yang sangat awal.
1.1. Penggunaan ponsel cerdas dan kinerja akademis
Beberapa penelitian telah menemukan hubungan negatif antara penggunaan ponsel dan kinerja akademis
1.2. Smartphone, stres, dan kepuasan dengan kehidupan
Ponsel pintar telah dikaitkan dengan kenyamanan dan kepuasan dengan kehidupan. Faktor-faktor termasuk self-efficacy sosial, tekanan keluarga dan tekanan emosionalmmemiliki kekuatan prediktif positif untuk kecanduan smartphone.
METODE
Penelitian dilakukan dengan mengirimkan file survey (kuestioner) melalui email kepada mahasiswa Notre Dame University-Louaize. Ada 293 responden yang mengisi secara online tersebut. Mahasiwa yang mengisi berusia berkisar 18 sampai 25 tahun. Kasus dengan respons yang tidak valid untuk pertanyaan yang menjebak telah dihapus dari data, yang mengurangi ukuran sample menjadi 249.
Survei terdiri dari empat bagian terpisah, termasuk satu untuk informasi demografis dan tiga instrumen penelitian terpisah. Bagian informasi demografis termasuk jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan jurusan akademik. Terdiri dari 33 pertanyaan dan 6 poin menggunakan skala Likert dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan survei adalah sekitar 15-20 menit.
Data dianalisis dengan SPSS. Analisis digunakan untuk menguji hubungan antara variabel yang dihitung dan kepuasan hidup. Dalam semua sesi regresi berganda hirarkis, analisis awal pertama kali dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran asumsi normalitas, linearitas, multikolinieritas dan homoskedastisitas
HASIL PENELITIAN
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dari 249 responden, dengan 54,2% di antaranya adalah laki-laki dengan risiko kecanduan smartphone dan stres yang dirasakan (yang diukur dengan Skala Stres yang Dianggap), ada korelasi kecil, positif, r ¼ .2, N ¼ 249, p <.002, dengan risiko tinggi kecanduan smartphone terkait dengan tingkat tinggi stres yang dirasakan. Artinya, jika risiko addiction smartphone meningkat satu standar deviasi dari rata-rata, tekanan yang dirasakan akan diharapkan meningkat sebesar 0,2 standar deviasi dari mean sendiri, sementara memegang semua koneksi regional yang relevan lainnya konstan. . Selain itu, hubungan antara stres yang dirasakan dan kepuasan dengan kehidupan diselidiki menggunakan koefisien korelasi Pearson productemoment. Analisis awal dilakukan untuk memastikan tidak ada pelanggaran asumsi normalitas, linearitas, dan homoscedasticity. Regresi linier juga dilakukan untuk memastikan sejauh mana risiko kecanduan smartphone (diukur menggunakan SAS-SV) dapat memprediksi tingkat stres yang dirasakan (menggunakan Skala Stres yang dirasakan). Risiko kecanduan smartphone menjelaskan 3,8% dari varian dalam stres yang dirasakan, F (3, 215) ¼ 2,80, p ¼ .041. Juga, stres yang dirasakan menjelaskan 24,3% dari varians dalam kepuasan dengan kehidupan (diukur dengan Kepuasan dengan Skala Hidup), setelah mengendalikan untuk jenis kelamin dan usia, F (3, 215) ¼ 25,88, p <.0005. Ini menegaskan hipotesis 1 bahwa stres yang dirasakan memediasi hubungan antara risiko kecanduan smartphone dan kepuasan dengan kehidupan. Demikian pula, risiko kecanduan smartphone menjelaskan 3,9% dari varians dalam IPK setelah mengendalikan jenis kelamin dan usia, F (3, 215) ¼ 10.30, p <.0005. Juga, IPK menjelaskan 2,2% dari varians dalam kepuasan dengan kehidupan, setelah mengendalikan jenis kelamin dan usia, F (3, 215) ¼ 3,28, p ¼ .02. Ini menegaskan hipotesis 2 bahwa kinerja akademik memediasi hubungan antara risiko kecanduan smartphone dan kepuasan dengan kehidupan. Semua nilai beta dimasukkan dalam model jalur yang dihipotesiskan
Tujuan utama penelitian ini adalah menguji hubungan antara risiko smartphone addiction dengan kepusan dalam hidup. Hasil penelitian ini menujukan adanya hubungan positif antara smartphone addiction dengan stress dan hubungan negatif antara smartphone addiction dengan kinerja akademik serta hubungan negatif antara smartphone addiction dengan kepuasan dalam hidup. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki apakah smartphone addiction dapat dikaitkan dengan kecemasan, depresi hubungan keluarga dan lain-lain.
Nama Kelompok:
Bagas Adi
Pratama/11516290
Gilang Wirawan/13516057
Laila I Ilham/13516987
Nurul Habibah/15516618




0 komentar:
Posting Komentar